Minggu, 13 April 2014

makalah eliminasi



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Manusia merupakan salah satu makhluk hidup. Dikatakan sebagai makhluk hidup karena manusia memiliki cirri-ciri diantaranya: dapat bernafas, berkembangbiak, tumbuh, beradaptasi, memerlukan makan, dan megeluarkan sisa metabolisme tubuh (eliminasi). Setiap kegiatan yang dilakukan tubuh dikarenakan peranan masing-masing organ. Membuang urine dan alvi (eliminasi) merupakan salah satu aktivitas pokok yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Karena apabila eliminasi tidak dilakukan setiap manusia akan menimbulkan berbagai macam gangguan seperti retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, perubahan pola eliminasi urine, konstipasi, diare dan kembung. Selain berbagai macam yang telah disebutkan diatas akan menimbulkan dampak pada system organ lainnya seperti: system pencernaan, ekskresi, dll. Berdasar latar belakang di atas, maka penulis membuat makalah dengan judul “Prinsip Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi dan Pengkajian Eliminasi”.

1.2  Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan dalam kebutuhan eliminasi urin dan alvi ?

1.3  Tujuan
1.3.1   Tujuan Umum
Untuk mempelajari eliminasi urin
1.3.2   Tujuan Khusus
1.3.2.1 Menjelaskan anatomi fisiologi sistem perkemihan
1.3.2.2 Menjelaskan konsep pemenuhan kebutuhan eliminasi urine
1.3.2.3 Menjelaskan proses perkemihan
1.3.2.4 Menjelaskan masalah eliminasi urin
1.3.2.5 Menjelaskan faktor apa saja yang mempengaruhi eliminasi urine
1.3.2.6 Menjelaskan asuhan keperawatan dengan pemenuhan kebutuhan urin
1.3.2.7 Menjelaskan konsep pemenuhan kebutuhan eliminasi alvi
1.3.2.9 Menjelaskan masalah eliminasi alvi
1.3.2.10 Menjelaskan faktor apa saja yang mempengaruhi eliminasi alvi
1.3.2.11 Menjelaskan asuhan keperawatan dengan pemenuhan kebutuhan alvi






BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Urin
2.1.1 Anatomi fisiologi Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).

a.      Susunan Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan, dan d) satu uretra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.
-          Ginjal (Ren)
Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan.
Fungsi ginjal
a.         Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
b.        Mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
c.         Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh
d.        Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
Struktur Ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal, angsa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.
-          Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
1.      Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2.      Lapisan tengah lapisan otot polos
3.      Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.
-          Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
Dinding kandung kemih terdiri dari:
1.      Lapisan sebelah luar (peritoneum).
2.      Tunika muskularis (lapisan berotot).
3.      Tunika submukosa.
4.      Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
 -      Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar.
Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari :
1.    Urethra pars Prostatica
2.    Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)
3.    Urethra pars spongiosa.
Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter uretra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya sebagai saluran ekskresi.
Dinding uretra terdiri dari 3 lapisan:
1.        Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika urinaria. Mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter uretra menjaga agar uretra tetap tertutup.
2.        Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf.
3.        Lapisan mukosa.
-      Urin (Air Kemih)
Sifat fisis air kemih, terdiri dari:
1.        Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake) cairan dan faktor lainnya.
2.        Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
3.        Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya.
4.        Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.
5.        Berat jenis 1,015-1,020.
6.        Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet  (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).
Komposisi air kemih, terdiri dari:
1.        Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
2.        Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan kreatinin.
3.        Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat.
4.        Pagmen (bilirubin dan urobilin).
5.        Toksin.
6.        Hormon.
Mikturisi
Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin. Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
1.    Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas (Hal ini terjadi bila telah tertimbun 170-230 ml urin), keadaan ini akan mencetuskan tahap ke 2).
2.    Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan kandung kemih.
Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang belakang) Sebagian besar pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan dapat di pelajari “latih”. Sistem saraf simpatis : impuls menghambat Vesika Urinaria dan gerak spinchter interna, sehingga otot detrusor relax dan spinchter interna konstriksi. Sistem saraf parasimpatis: impuls menyebabkan otot detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi MIKTURISI (normal: tidak nyeri).

Ciri-Ciri Urin Normal :
1.        Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan yang masuk.
2.        Warnanya bening oranye tanpa ada endapan.
3.        Baunya tajam.
4.        Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.

2.1.2 Proses Berkemih
1. Proses Filtrasi ,di glomerulus
Terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. Cairan yang disaring disebut filtrate glomerulus.
2. Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. Sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3. Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar.
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine
1.      Diet dan Asupan (intake)
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
2.      Respons Keinginan Awal untuk Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine banyak tertahan di dalam urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah urine.
3.      Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi dalam kaitannya terhadap tersedianva fasilitas toilet.
4.      Stres Psikologis
Meningkatnya stres dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yangdiproduksi.
5.      Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sfingter.Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemihmenurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
6.      Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih. Haltersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki mengalami kesulitan untukmengontrol buang air kecil. Namun dengan usia kemampuan dalam mengontrol buang airkecil.
7.      Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes melitus.
8.      Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kulturpada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
9.      Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di mengalamikesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
10.  Tonus Otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah ototkandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksipengontirolan pengeluaran urine.




11.   Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan ataupenurunan -proses perkemihan. Misalnya pemberian diure;tik dapat meningkatkan jumlah urine, se;dangkan pemberian obat antikolinergik dan antihipertensi dapat menyebabkan retensi urine.
12.  Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dap'at memengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti IVY (intra uenus pyelogram), yang dapat membatasi jumlah asupan sehingga mengurangi produksi urine. Se;lain itu tindakan sistoskopi dapat menimbulkan edema lokal pada uretra yang dapat mengganggu pengeluaran urine.

2.1.4   Masalah Eliminasi Urin
Penyakit ginjal utamanya akan berdampak pada sistem tubuh secara umum. Salah satu yang tersering ialah gangguan urine.
Beberapa masalah eliminasi urine yang sering muncul, antara lain :
a.       Retensi
Retensi Urine ialah penumpukan urine acuan kandung kemih danketidaksanggupan kandung kemih untuk mengosongkan sendiri.
Kemungkinan penyebabnya :
1.        Operasi pada daerah abdomen bawah.
2.        Kerusakan ateren
3.        Penyumbatan spinkter.
Tanda-tanda retensi urine :
1.        Ketidak nyamanan daerah pubis.
2.        Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
3.        Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
4.        Meningkatnya keinginan berkemih.
5.        Enuresis
b.              Eniorisis
Ialah keluarnya kencing yang sering terjadi pada anak-anak umumnya malam hari.
Kemungkinan peyebabnya :
1.        Kapasitas kandung kemih lebih kecil dari normal.
2.        Kandung kemih yang irritable
3.        Suasana emosiaonal yang tidak menyenangkan
4.        ISK atau perubahan fisik atau revolusi.
c.       Inkontinensia
Inkontinesia Urine ialah bak yang tidak terkontrol.
Jenis inkotinensia
·      Inkontinensia Fungsional/urgensi
Inkotinensia Fungsional ialah keadaan dimana individu mengalami inkontine karena kesulitan dalam mencapai atau ketidak mampuan untuk mencapai toilet sebelum berkemih.



Faktor Penyebab:
1.    Kerusakan untuk mengenali isyarat kandung kemih.
2.    Penurunan tonur kandung kemih
3.    Kerusakan moviliasi, depresi, anietas
4.    Lingkungan
5.    Lanjut usia.
·        Inkontinensia Stress
Inkotinensia stress ialah keadaan dimana individu mengalami pengeluaran urine segera pada peningkatan dalam tekanan intra abdomen.
Faktor Penyebab:
1.    Inkomplet outlet kandung kemih
2.    Tingginya tekanan infra abdomen
3.    Kelemahan atas peluis dan struktur pengangga
4.    Lanjut usia.
·       Inkontinensia Total
Inkotinensia total ialah keadaan dimana individu mengalami kehilangan urine terus menerus yang tidak dapat diperkirakan.
Faktor Penyebab:
1.    Penurunan Kapasitas kandung kemih.
2.    Penurunan isyarat kandung kemih
3.    Efek pembedahan spinkter kandung kemih
4.    Penurunan tonus kandung kemih
5.    Kelemahan otot dasar panggul.
6.    Penurunan perhatian pada isyarat kandung kemih
7.    Perubahan pola
8.    Frekuensi
9.    Meningkatnya frekuensi berkemih karena meningkatnya cairan.
10. Urgency
11. Perasaan seseorang harus berkemih.




















2.2 Asuhan Keperawatan dengan Pemenuhan Kebutuhan Urin
2.2.1 Pengkajian
1. Kebiasaan berkemih
Pengkajian ini meliputi bagaimana kebiasaan berkemih serta hambatannya. Frekuensi berkemih bergantung ada kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang berkemih setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu berkemih pada malam hari.
2. Pola berkemih
·      Frekuensi berkemih
Frekuensi berkemih menentukan berapa kali individu berkemih dalam waktu 24 jam.
·      Urgensi
Perasaan sesorang untuk berkemih seperti seseorang sering ke toilet karena takut mengalami inkontinensia jika tidak berkemih.
·      Disruria
Keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih. Keadaan demikianlah dapat ditemukan pada striktur uretra, infeksi saluran kemih, trauma pada vesika urinaria, dan uretra.
·      Poliuria
Keadaan produksi urin yang abnormal pada jumlah yang besar tanpa adanya peningkatan asupan cairan.
·      Urinaria supresi
Keadaan produksi urin yang berhenti secara mendadak.
3.    Volume Urin
Volume urin menentukan berapa jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam.
4.    Faktor yang mempengaruhi kebiasaaan buang air kecil
a.     Diet
b.    Gaya hidup
c.     Stres psikologis
d.    Tingkat aktivitas
5.    Karakteristik urin
Warna
*                                                                           Normal             : pucat, kekuningan, kuning coklat.
*                                                                           Merah gelap     : perdarahan diginjal / ureter
*                                                                           Merah terang   : perdarahan KK atau uretra
Coklat gelap    : peningkatan bilirubin akibat disfungsi hati bila dikocok   busa kuning.
Kejernihan
*                                                                             Normal                                    : transparan
*                                                                             Peningkatan protein                 : keruh atau berbusa
*                                                                             Bakteri                                     : pekat dan akeruh.
*                                                                             Bau                                            : Amonia
Urin berbau buah         : DM dan kelaparan akibat aseton dan asam   asetoasetik.



Pemeriksaan urin
*                                                                                 Urinalisis
*                                                                                 Berat jenis urin
*                                                                                 Kultur urin
*                                                                                 Pemeriksaan Urin (pengumpulan urin)
*                                                                                Acak
*                                                                                Bersih tapi tidak harus steril
*                                                                                Untuk urinalisis/ mengukur BJ, PH, kadar glukosa
*                                                                                 Cara : klien berkemih dalam wadah urin yg bersih
*                                                                                Klien berkemih sebelum defekasi.
*                                                                                Spesimen midstream
*                                                                                Memperoleh spesimen yg relatif bebas mikroorganisme
*                                                                                Untuk kultur dan sensitivitas urin
*                                                                                Bersihkan genetalia dengan benar
*                                                                                Urin pertama jgn ditampung baru pertengahan ditampung
*                                                                                Spesimen steril
*                                                                                Diambil mll kateter
2.2.2        Diagnosa Keperawatan
a.    Nyeri berhubungan dengan
·           Inflamasi uretra
·           Obstruksi pd uretra
·           Defisit perawatan diri: toileting yg berhubungan dengan
·           Keterbatasan mobilitas
·           Kerusakan integritas kulit / resiko kerusakan integritas kulit b.d
·           Inkontinensia urin
·           Perubahan eliminasi urin
·           Kerusakan sensorik motorik
·           Resiko infeksi berhubungan dengan
·           Higiene personal yg tidak baik
·           Insersi kateter uretra
b.        Inkontinensia fungsional berhubungan dengan
·           Terapi deuretik
·           Keterbatasan mobilitas
c.         Inkontinensia refleks berhubungan dengan
·           Penggunaan anestesi untuk pembedahan
·           Inkontinensia stress berhubungan dengan
·           Peningkatan tekanan intraabdominal
·           Kelemahan otot panggul
·           Inkontinensia urgensi
·           Iritasi mukosa kendung kemih
·           Penurunan kapasitas kandung kemih
·           Retensi urin
·           Obstruksi leher kandung kemih







2.2.3        Intervensi
§   Tingkatkan kesehatan untuk memelihara serta melindungi fungsi sistem kemih yang sehat
§   Penyuluhan klien
§   Tingkatkan perkemihan normal
§   Wanita jongkok / duduk : meningkatkan kontraksi otot panggul dan intraà abdomen.
à yang membantu mengontrol sfingter serta membantu kontraksi kandung kemih.
§    berdiri.àLaki-laki
§   Stimulus sensori : suara air yang mengalir, menepuk paa bagian dalam, meletakkan tangan dlm panci berair.
§   Mempertahankan kebiasaan eliminasi
§   Mempertahankan asupan cairan yg adekuat  mengekskresikan partikel yg dapat berkumpul dlm sistem perkemihan.2000 s.d 2500 ml / hari, but 1200 s.d 1500 biasanya adekuat.
§   Hindari minum 2 jam sebelum tidur à nokturia
§   Meningkatkan pengosongan kandung kemih secara lengkap.
§   Pencegahan infeksi
§   Pemeliharaan pirenium yang baik
§   Asupan cairan yang adekuat : meningkatkan  pengeluaran urin & mikroorganisme dari uretra
§   Mengasamkan urin : menghambat pertumbuhan bakteri
§   Mempertahankan kebiasaan eliminasi
§   Obat-obatan (merelaksasikan kandung kemih, menstimulasi kontraksi kandung kemih, merelaksasi otot polos prostat.
            Perawatan Akut
Ø Kateterisasi
Ø Memasukkan selang plastik aau karet mll uretra ke kandung kemih.
Ø Tipe kateter.
Ø  kateter lurus sekali pakaiàIndweling/intemiten
Ø Kateter menetap/ foley kateter à menetap untuk periode waktu tertentu
Ø Kateter caude à ujungnya melengkung, untuk pria yang mengalami pembesaran prostat
Ø Indikasi pemasangan kateter intermiten
Ø Meredakan rasa tidak nyaman akibat distensi kandung kemih
Ø Mengambil spesimen urin steril
Ø Mengkaji residu urin setelah pengosongan kandung kemih
Ø Penatalaksanaan jangka panjang klien yang mengalami cidera medula spinalis
Ø Indikasi pemasangan kateter meneta sementara
Ø Obstruksi pd aliran urin (pembesaran prostat)
Ø Perbaikan kandung kemih, uretra dan struktur disekeliling mll embedahan
Ø Mencegah obstruksi uretra akibat adanya bekuan darah
Ø Mengukur haluran urin
Ø Irigasi kandung kemih
Ø Keteter menetap jangka panjang
Ø Retensi urin berat
Ø Ruam kulit, ulkus dan iritasiakibat kontak dgn urin
Ø Penderita penyakit terminal
Ø Perawatan restorasi
Ø Menguatkan otot panggul
Ø Kegel exercise à meningkatkan kontraksi otot dasar panggul.
Ø Mempertahankan integritas kulit
Ø Cuci kulit yg teriritasi urin dgn sabun dan air hangat
Ø Pakai pelembabBila sudah teriritasi dokter dpt meresepkan salep steroid.
Ø Bladder training
Ø Melatih kembali kandung kemih untuk mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih.

Melakukan Kateterisasi

            Pada wanita dan Pada Pria
a.      Pengertian
Katerisasi merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan eliminasi dan sebagai pengambilan bahan pemeriksaan. Pelaksanaan katerisasi dapat dilakukan melalui dua cara : intermiten (straight kateter) dan indwelling (foley kateter).
Indikasi
Tipe Intermiten
·       Tidak mampu berkemih 8-12 jam setelah operasi
·       Retensi akut setelah trauma uretra
·       Tidak mampu berkemih akibat obat sedatif atau analgestik
·       Cedera pada tulang belakang
·       Degenerasi neuromuskular secara progresif
·       Pengeluaran urin residual
Tipe Indwelling
·      Obstruksi aliran urin
·      Pascaoperasi uretra dan struktur di sekitarnya
·      Obstruksi uretra
·      Inkontinensia dan disorientasi berat
a.      Tujuan
·      Untuk segera mengatasi distensi kandung kemih
·      Untuk pengumpulan spesimen urine    
·      Untuk mengukur residu urine setelah miksi di dalam kandung kemih
·      Untuk mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama pembedahan
b.      Alat
a.    Tromol steril berisi
b.    Gass steril
b.    Deppers steril
c.    Handscoen
d.   Cucing
e.    Neirbecken
f.     Pinset anatomis
g.    Doek
h.    Kateter steril sesuai ukuran yang dibutuhkan
i.      Tempat spesimen urine jika diperlukan
j.      Urobag
k.    Perlak dan pengalasnya
l.      Disposable spuit
m.  Selimut 
c.       Prosedur kerja
Untuk Pasien Pria
1.      Cuci tangan
2.      Jelaskan prosedur
3.      Atur ruangan / pasang sampiran
4.      Pasang perlak / alas
5.      Gunakan sarung steril
6.      Pasang duk steril
7.      Pegang penis dengan tangan sebelah kiri, lalu preputium ditarik sedikit ke pangkalnya dan bersihkan dengan kapas sublimat / savlon.
8.      Beri minyak pelumas atau jeli pada ujung kateter (kurang lebih 12,5-17,5 cm), lalu masukkan pelan-pelan (kurang lenih 17,5-20 cm) sambil anjurkan untuk menarik napas.
9.      Jika tertahan jangan dipaksa/tegangkan
10.  Setelah kateter masuk, isi balon dengan cairan aquades atau sejenisnya untuk yang dipasang tetap, dan bila tidak dipasang tetap tarik kembali sambil pasien disuruh napas dalam.
11.  Sambung kateter dengan urobag dan fiksasi ke arah atas paha / abdomen
12.  Rapikan alat
13.  Cuci tangan
Untuk Pasien Wanita
1.    Cuci tangan
2.    Jelaskan prosedur
3.    Atur ruangan / pasang sampiran
4.    Pasang perlak / alas
5.    Gunakan sarung steril
6.    Pasang duk steril\
7.    Bersihkan vulva dengan kapas sublimat dari atas ke bawah (kurang lebih 3 kali hingga bersih)
8.    Buka labia mayor dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri lalu bersihkan bagian dalam
9.    Beri minyak pelumas atau jeli pada ujung kateter (kurang lebih 2,5-5 cm), lalu masukkan pelan-pelan sambil anjurkan untuk menarik napas (kurang lenih 2,5-5 cm) atau hingga urin keluar.
10. Setelah selesai, isi balon dengan cairan aquades atau sejenisnya menggunakan spuit untuk yang dipasang tetap dan bila tidak dipasang tetap tarik kembali sambil suruh pasien untuk napas dalam.
11. Sambung kateter dengan urobag dan fiksasi ke arah samping
12. Rapikan alat
13. Cuci tangan

2.2.4 Evaluasi
v  Klien mampu berkemih secara normal tanpa mengalami gejala-gejala gangguan perkemihan
v  Karakteristik urin : kekuningan, jernih, tidak mengandung unsur yg abnormal
v  Mampu mengidentifikasi faktor-faktor yg mempengaruhi eliminasi
v  Tidak terjadi komplikasi akibat perubahan pola eliminasi


2.3 Konsep Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Alvi

2.3.1  Pengertian Eliminasi Alvi
Eliminasi alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran metabolism berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan yang melalui anus. Manusia dapat melakukan buang air besar beberapa kali dalam satu hari atau satu kali. Tetapi bahkan dapat mengalami gangguan yaitu hingga hanya beberapa kali saja dalam satu minggu atau dapat berkali – kali dalam satu hari, biasanya gangguan – gangguan tersebut diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak benar dan jika dibiarkan dapat menjadi maslah yang lebih besar.
2.3.2 Organ yang Berperan dalam Eliminasi Alvi
2.3.2.1 Usus Halus
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletah diantara lambung dan usus besar. Bagian – bagian dari usus halus yaitu; duodenum (usus dua belas jari), jejunum (usus kosong), ileum (usus penyerapan).
2.3.2.2 Duodenum (usus dua belas jari)
Usus dua belas jari adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong dengan panjang antara 25 – 38 cm. bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus.
2.3.2.3 Jejunum (usus kosong)
Usus kosong adalah bagian kedua dari usus halus, diantara usus dua belas jari dan usus penyerapan. Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2 – 8 meter, 1 – 2 meter adalah bagian usus kosong.
2.3.2.4 Ileum (usus penyerapan)
Usus penyerapan adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia ini memiliki panjang sekitar 2 – 4 meter dan terletak setelah duodenum dan jejunum dan dilanjutkan oleh usus  buntu.
2.3.2.5 Usus Besar
Usus besar adlah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dan feses.
Bagian – bagian dari usus besar yaitu; kolon, rektum, dan anus.
2.3.2.5 Kolon
Kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
2.3.2.6 Rektum
Rektum adalah organ terakhir dari usus besar. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan feses sementara.
2.3.2.7 Anus
Anus atau dubur adalah sebuah bukaan dari rektum ke lingkungan luar tubuh.
2.3.3  Proses Pelaksanaan Eliminasi Alvi
2.3.3.4  Proses Defekasi
Defekasi merupakan proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. Terdapat dua pusat yang menguasai reflex untuk defekasi, yang terletak di medulla dan sussum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sphincter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar, kemudian sphincter anus bagian luar yang diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendur. Selama defekasi berbagai otot lain membantu prose situ, seperti otot dinding perut, diafragma, dan otot – otot dasar pelvis.
Secara umum, terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi, yaitu refleks defekasi intrinsik dan refleks defekasi parasimpatis. Refleks defekasi intrinsik dimulai dari adanya zat sisa makanan (feses) di dalam rektum sehingga terjadi distensi kemudian flexus mesenterikus merangsang gerakan peristaltik, dan akhirnya feses sampai di anus. Lalu pada saat sphincter internal relaksasi, maka terjadilah proses defekasi. Sedangkan, refleks defekasi parasintetis dimulai dari adanya proses dalam rektum yang merangsang saraf rektum, ke spinal cord, dan merangsang ke kolon desenden, kemudian ke sigmoid, lalu ke rektum dengan gerakan peristaltik dan akhirnya terjadi relaksasi sphincter internal, maka terjadilah proses defekasi saat sphincter internal berelaksasi. Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulosa yang tidak direncanakan dan zat makanan lainyang seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam mikroorganisme, sekresi kelenjar usus, pigmen empedu dan usus kecil.







Dalam proses defekasi terjadi 2 macam refleks yaitu :
1.      Refleks defekasi intrinsik
Refleks ini berasal dari feses yang masuk ke rectum sehingga terjadi distensi rectum ,yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses tiba di anus , secara sistematis spinkter interna relaksasi maka terjadilah defekasi.
2.      Refleks defekasi parasimpatis
Feses yang masuk ke rectum akan merangsang saraf rectum yang kemudian diteruskan ke spinal cord. Dari spinal cord kemudian dikembalikan ke kolon desenden , sigmoid dan rectum yang menyebabkan intensifnya peristaltik , relaksasi spinter internak, maka terjadilah defekasi.
2.3.4 Gangguan atau Masalah Pada  Eliminasi Alvi
2.3.4.1 Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar terlalu kering dan keras.   
2.3.4.2 Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mual dan muntah.
2.3.4.3 Inkontinesia Usus
Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini juga disebut sebagai inkontinesia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter.
2.3.4.4 Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara di dalam perut karena pengumpulan gas berlebih di dalam lambung atau usus.
2.3.4.5 Hemorroid
Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi dan lain – lain.




2.3.4.6 Fecal Impaction
Fecal impaction merupakan massa feses karena dilipatkan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction adalah asupan kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.
2.3.5 Faktor yang Mempengarhi Eliminasi Alvi
2.3.5.1 Usia
Setiap tahap perkembangan atau usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang berbeda.
2.3.5.2 Diet
Diet pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi proses defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsi dapat mempengaruhinya.
2.3.5.3 Asupan Cairan
Pemasukan cairan yang kurang ke dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras. Oleh karena itu, proses absorpsi air yang kurang menyebabkan kesulitan proses defekasi.
2.3.5.4 Aktivitas
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tinus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi.
2.3.5.5 Pengobatan
Pengobatan juga dapat mempengaruhi proses defekasi, sperti penggunaan laksantif, atau antasida yang terlalu sering.
2.3.5.6 Kebiasaan atau Gaya Hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat atau terbiasa melakukan buang air besar di tempat bersih atau toilet, jika seseorang terbiasa buang air besar di tempat yang kotor, maka ia akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi.
2.3.5.7 Penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit – penyakittersebut berhubungan langsung dengan sistem pencernaan seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya.
2.3.5.8 Nyeri
Adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan atau keingian untuk defekasi seperti nyeri pada kasus hemorrhoid atau episiotomy.


2.3.5.9 Kerusakan Sensoris dan Motoris
Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat mempengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam melakukan defekasi.
2.3.6 Penanggulangan Gangguan Eliminasi Alvi
2.3.6.1 Menyiapkan Feses untuk Bahan Pemeriksaan
Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengambil feses sebagai bahan pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut yaitu pemeriksaan lengkap dan pemeriksaan kultur (pembiakan).
2.3.6.2 Memberikan Huknah Rendah
Memberikan huknah rendah merupakan tindakan memasukkan cairan hangat kedalam kolon desensen dengan menggunakan kanula rekti melalui anus. Tindakan tersebut bertujuan untuk mengosongkan usus pada proses prabedah agar dapat mencegah terjadinya obstruksi makanan sebagai dampak pasca operasi dan merangsang buang air besar pada pasien yang mengalami kesulitan buang air besar.
2.3.6.3 Memberikan Huknah Tinggi
Memberikan huknah tinggi merupakan tindakan memasukkan cairan hangat kedalam kolon asenden dengan menggunakan kanula usus. Hal tersebut dilakukan untuk mengosongkan usus pada pasien prabedah untuk prosedur diagnostik.
-          Prosedur kerja
1.      Cuci tangan     
2.      Jelaskan prosedur yang akan dilakukan                                                               
3.      Atur ruangan,letakan sampiran apabila di bangsal umum atau tutup pintu apabial di ruang sendiri            
4.      Atur posisi pasien dengan posisi sim miring terkiri
5.      Pasang pengalas di bawah glukea                                                       
6.      Irigator di isi cairan hangat sesuai dengan suhu ceacius dan hubungkan kanula rekti kemudian cek kanula air kebengkok dan berikan jeli pada ujung kanula
7.      Gunakan sarung tangan dan asupan kanula kira-kira 15cm kedalam rektun ke arah kolom desendeen sambil pasien di minta untuk bernafas panjang dan memegang irigator 50 cm dari tempat tidur.buka klemnya dan air di alirkan sampai pasien menunjukan keinginan untuk buang air besar       

                 
8.      Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila mau buang air besar dan pasang pispot atau anjurkan ia ke toilet.jika pasien tidak mampu mobilisasi jalan bersihkan daerah sekitar rektum sehingga bersih
9.      Cuci tangan
10.  Catat jumplah feses yang keluar warna,konsistensi,dan respon pasien
2.3.6.4 Membantu Pasien Buang Air Besar dengan Pispot
Membantu pasien buang air besar dengan pispot ditempat tidur merupakan tindakan bagi pasien yang tidak mampu buang air besar secara sendiri di kamar mandi.
2.3.6.5 Memberikan Gliserin
Memberikan gliserin merupakan tindakan memasukkan cairan gliserin ke dalam poros usus dengan menggunakan spuit gliserin. Hal ini dilakukan untuk merangsang peristaltik usus, sehingga pasien dapat buang air besar.
2.3.6.6 Mengeluarkan Feses dengan Jari
Mengeluarkan feses dengan jari merupakan tindakan memasukkan jari ke dalam rektum pasien untuk mengambil atau menghancurkan feses sekaligus mengeluarkannya.
2.4 Asuhan Keperawatan dengan Pemenuhan Kebutuhan Alvie
2.4.1 Pengkajian
            1. Riwayat Keperawatan
                        A.      Frekuensi ( Terry & Potter )
Normal: Bervariasi è Bayi 4-6 kali sehari( jika mengkonsumsi ASI) atau     1-3 kali sehari (jika mengkonsumsi susu botol). Orang dewasa setiap hari atau 2-3 kali seminggu.
Abnormal:  Bayi lebih dari 6 kali sehari atau kurang dari 1 kali setiap 1-2 hari, orang dewasa lebih dari 3 kali sehari atau kurang dari 1 kali seminggu.
Penyebabnya: Hipermotilitas.
B.               Perilaku defekasi : pengunaan obat-obatan untuk meningkatkan defekasi, diantaranya laksatif dan katartik (untuk melunakkan feses dan meningkatkan peristaltik).
C.               Deskripsi feses :
Warna
·         Normal : feses bayi berwarna kuning
feses orang dewasa berwarna coklat
·         Abnormal: a. Putih atau warna tanah liat
Penyebabnya tidak ada kandungan empedu
b.   Hitam atau warna ter (melena)
Penyebabnya pengonsumsian zat besi atau pendarahan atau saluran GI bagian atas
Bau
·         Normal: Bau menyengat dipengaruhi    oleh tipe makanan
·         Abnormal: Perubahan yang berbahaya.
Penyebabnya darah di dalam feses atau infeksi
Konsistensi
·         Normal : Lunak, berbentuk
·         Abnormal:Cair
Penyebabnya diare, penurunan absorpsi
Frekuensi
·         Normal: Bervariasi è Bayi 4-6 kali sehari( jika mengkonsumsi ASI) atau     1-3 kali sehari (jika mengkonsumsi susu botol). Orang dewasa setiap hari atau 2-3 kali seminggu.
·         Abnormal:  Bayi lebih dari 6 kali sehari atau kurang dari 1 kali setiap 1-2 hari, orang dewasa lebih dari 3 kali sehari atau kurang dari 1 kali seminggu.
·         Penyebabnya: Hipermotilitas
Jumlah
·         Normal : 100-400 gr/hari, terdiri dari 75% air dan 25% materi padat
Bentuk
·         Normal                 : Menyerupai diameter rectum.
·         Abnormal            : Sempit berbentuk pensil.
Penyebabnya Obstruksi, peristaltic yang cepat.
Unsur-unsur
·         Normal               : Makanan tidak di cerna, bakteri mati,  lemak, pigmen  empedu, sel-sel yang melapisi mukosa usus,air.
·         Abnormal            : Darah, pus, materi asing, lender,cacing.
·         Penyebabnya : Penjarahan interna. Infeksi, materi-materi yang tertelan, iritasi, inflamasi.
D.    Diet
Diet Makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang masuk ke dalam tubuh juga mempercepat proses defekasi. Makanan-makanan yang mengandung serat dalam jumlah tinggi (massa):
E.     Cairan
Intake cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan karena absorpsi cairan meningkat.
F.     Mobilitas dan ketangkasan
Mobilitas dan ketangkasan klien perlu dievaluasi untuk menentukan perlu tidaknya peralatan atau personel tambahan untuk membantu klien.
G.    Stres
emosi klien dapat mengubah frekuensi defekasi secara bermakna. Selama pengkajian, observasi emosi klien, nada suara, dan sikap yang dapat menunjukkan perilaku penting yang mengindikasikan adanya stress.


H.    Riwayat pembedahan atau penyakit
Penyakit yang mempengaruhi saluran eliminasi alvi dapat berpengaruh pada eliminasi alvi.
2.      Pemeriksaan fisik ( Terry, Potter )
  1. Mulut: Pengkajian meliputi inspaeksi gigi, lidah, dan gusi klien. Gigi yang buruk atau struktur gigi yang buruk mempengaruhi kemampuan mengunyah, sehingga berpengaruh pada proses defekasi.
  2. Abdomen :
-          Inspeksi : memeriksa adanya masa, gelombang peristaltik, jaringan parut, pola pembuluh darah vena, dan stoma.
-          Auskultasi :    bising usus normal terjadi 5-15 detik dan berlangsung ½ sampai beberapa detik.
-          Palpasi :      untuk melihat adanya massa atau area nyeri tekan.
-         Perkusi : Mendeteksi cairan atau gas di dalam abdomen.
3. Rektum : Menginspeksi daerah di sekitar anus dan mempalpasi untuk memeriksa rectum.
3.      Keadaan feses
Warna
·         Normal                  : feses bayi berwarna kuning
feses orang dewasa berwarna coklat
·         Abnormal              :   Putih atau warna tanah liat
Penyebabnya tidak ada kandungan empedu
Hitam atau warna ter (melena)
Penyebabnya  pengonsumsian zat besi atau pendarahan atau saluran GI bagian atas
Bau
·          Normal                 : Bau menyengat dipengaruhi oleh tipe makanan
·         Abnormal              :
Perubahan yang berbahaya
 Penyebabnya darah di dalam feses atau infeksi
Konsistensi
·         Normal : Lunak, berbentuk
·         Abnormal:
¨       Cair
Penyebabnya diare, penurunan absorpsi
Frekuensi
·         Normal: Bervariasi è Bayi 4-6 kali sehari( jika mengkonsumsi ASI) atau     1-3 kali sehari (jika mengkonsumsi susu botol). Orang dewasa setiap hari atau 2-3 kali seminggu.
·         Abnormal:  Bayi lebih dari 6 kali sehari atau kurang dari 1 kali setiap 1-2 hari, orang dewasa lebih dari 3 kali sehari atau kurang dari 1 kali seminggu.
·         Penyebabnya: Hipermotilitas


Jumlah
·          Normal : 100-400 gr/hari, terdiri dari 75% air dan 25% materi padat
Bentuk
·         Normal                 : Menyerupai diameter rectum.
·         Abnormal            : Sempit berbentuk pensil.
Penyebabnya Obstruksi, peristaltic yang cepat.
Unsur-unsur
·          Normal                 : Makanan tidak di cerna, bakteri mati, lemak, pigmen  empedu, sel-sel yang melapisi mukosa usus,air.
·         Abnormal             : Darah, pus, materi asing, lender,cacing.
·          Penyebabnya     : Penjarahan interna. Infeksi, materi-materi yang tertelan, iritasi, inflamasi.
4.      Pemeriksaan diagnostic
  1. Anuskopi.
  2. Prosktosigmoidoskopi.
  3. Rongen dengan kontras.
2.4.2 Diagnosa Keperawatan
1.      Gangguan eliminasi alvi: Konstipasi (actual/resiko)
Definisi : Gangguan eliminasi alvi yang diakibatkan adanya feses yang kering dan keras melalaui usus besar.
·         Kemungkinan berhubungan dengan:
1.      Immobilisasi.
2.      Menurunnya aktivitas fisik.
3.      Ileus.
4.      Stress.
5.      Kurang privasi.
6.      Menurunnya mobilitas intestinal.
7.      Perubahan atau pembatasan diet.
·         Kemungkinan ditandai dengan:
1.      Menurunnya bising usus.
2.      Mual.
3.      Nyeri abdomen.
4.      Adanya massa pada abdomen bagian kiri bawah.
5.      Perubahan konsistensi feses, frekuensi buang air besar.
·         Kondisi klinik yang mungkin terjadi:
1.      Anemia.
2.      Hipotiroidisme.
3.      Dialisa ginjal.
4.      Pembedahan abdomen.
5.      Paralisis.
6.      Cedera spinal cord.
7.      Immobilisasi yang lama.         
·         Tujuan yang diharapkan:
1.      Pasien kembali ke pola normal dari fungsi bowel.
2.      Terjadi perubahan pola hidup untuk menurunkan factor penyebab konstipasi.

2.4.3 Intervensi

INTERVENSI
RASIONAL
1.      Catat dan kaji warna, konsitensi, jumlah
dan waktu buang air besar
2.      Kaji dan catat pergerakan usus
3.      Jika terjadi fecal impaction:
·             Lakukan pengeluaran manual
·             Lakukan gliserin klisma
1. Pengkajian dasar untuk mengetahui adanya masalah bowel
2.   Deteksi ini penyebab konstipasi
3.   Membantu mengeluarkan feses
4.      Konsultasikan dengan dokter tentang:
·            Pemberian laksatif
·             Enema
·             Pengobatan
4.   Meningkatkan Eliminasi
5.      Berikan cairan adekuat
6.     Berikan makanan tinggi serat dan hindari makanan yang banyak mengandung gas dengan konsultasi bagian gizi
7.      Bantu klien dalam melakukan aktivitas pasif dan aktif
8.      Berikan pendidikan kesehatan tentang:
·             Personal hygiene
·             Kebiasaan diet
·            Cairan dan makanan yang mengandung gas
·             Aktivitas
·             Kebiasaan buang air besar
5.   Membantu feses lebih lunak
6.        Menurunkan konstipasi


7.        Meningkatkan pergerakan usus

8.        Menguatkan otot dasar pelvis

9.        Mengurangi/menghindari inkontinensia

2.      Gangguan eliminasi: Diare
Definisi: Keluarnya feses cair dan meningkatkan frekuensi buang air besar akibat cepatnya anyme melewati usus besar, sehingga usus besar tidak mempunyai waktu yang cukup untuk menyerap air.
·         Kemungkinan berhubungan dengan:
1.       iritasi, dan malabsorpsi
2.      Pola makan yang salah.
3.      Perubahan proses pencernaan.
4.      Efek samping pengobatan. 
·         Kemungkinan data yang ditemukan:
1.      Feses berbentuk cair.
2.      Meningkatnya frekuensi buang air besar.
3.      Meningkatnya peristaltik usus.
4.      Menurunnya nafsu makan.
·         Kondisi klinik yang mungkin ditemukan:
1.      Peradangan bowel.
2.      Pembedahan saluran pencernaan bawah.
3.      Gastritis/enteristis.
·         Tujuan yang diharapkan:
1.      Pasien kembali buang air besar ke pola normal.
2.      Keadaan feses berbentuk dan lebih keras.


INTERVENSI
RASIONAL
1.     Monitor/kaji konsistensi, warna, bau feses, pergerakan usus, cekberat badan setiap hari
2.      Monitor dan cek elektrolit, intake dan output cairan
1.      Dasar memonitori kondisi


2.      Mengkaji status dehidrasi
3.     Kolaborasi dengan dokter pemberian cairan IV, oral, dan makanan lunak
4.     Berikan antidiare, tingkatkan intake cairan
5.     Cek kulit bagian perineal dan jaga dari gangguan integritas
6.     Kolaborasi dengan ahli diet tentang diet rendah serat, dan lunak
7.     Hindari stress dan lakukan istirahat cukup
8.     Berikan pendidikan kesehatan tentang:
·                 Cairan
·                 Diet
·                 Obat-obatan
·                 Perubahan gaya hidup
3.      Mengurangi kerja usus


4.      Mempertahankan status hidrasi

5.      Frekuensi buang air besar yang meningkat menyebabkan iritasi kulit sekitar anus
6.      Menurunkan stimulasi bowel
7.      Stress meningkatkan stimulus bowel
8.      Meningkatkan pengetahuan dan mencegah diare


3.      Gangguan eliminasi alvi: inkontinensia
Definisi: Ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus.

·         Kemungkinan berhubungan dengan:
1.      Menurunnya tingkat kesadaran.
2.      Gangguan spinter anus.
3.      Gangguan neuromuskuler.
4.      Fecal impaction.         
·         Kemungkinan data yang ditemukan:
1.      Tidak terkontrolnya pengeluaran feses.
2.      Baju yang kotor oleh feses.
·         Kondisi klinis yang mungkin ada:
1.      Injuri spinal cord.
2.      Pembedahan usus.
3.      Pembedahan ginokologi.
4.      Stroke.
5.      Trauma pada daerah pelvis.
6.      Usia tua.


·         Tujuan yang diharapkan:
1.      Pasien dapat mengontrol pengeluaran feses.
2.      Pasien kembali pada pola eliminasi normal.




INTERVENSI
RASIONAL
1.      Tentukan penyebab inkontinensia

2.      Kaji penurunan masalah ADL yang berhubungan dengan masalah inkontinensia
3.     Kaji jumlah dan karakteristik inkontinensia
4.     Atur pola makan dan sampai berapa lama terjadinya buang air besar
5.     Lakukan bowel training dengan kolaborasi fisioterapis
6.      Lakukan latihan otot panggul
7.     Berikan pengobatan dengan kolaborasi dengan dokter
1. Memberikan data dasar untuk memberikan asuhan keperawatan
2.  Pasien terganggu ADL karena takut buang air besar

3.    Menentukan pola inkontinensia

4. Membantu mengontrol buang air besar

5. Membantu mengontrol buang air besar

6. Menguatkan otot dasar pelvis
7. Mengontrol frekuensi buang air besar




2.4.4 Evaluasi

v  Klien mampu mengeluarkan feses secara normal tanpa mengalami gejala-gejala gangguan
v  Karakteristik alvi : kekuningan,kecoklatan tidak mengandung unsur yang abnormal
v  Mampu mengidentifikasi faktor-faktor yg mempengaruhi eliminasi
v  Tidak terjadi komplikasi akibat perubahan pola eliminasi























BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar). Organ yang berperan dalam eliminasi urine adalah: ginjal, kandung kemih dan uretra. Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi urine terjadi proses berkemih. Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine adalah diet, asupan, respon keinginan awal untuk berkemih kebiasaan seseorang dan stress psikologi. Gangguan kebutuhan eliminasi urine adalah retensi urine,inkontinensia urine dan enuresis. Dan tindakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan, buang air kecil dengan urineal dan melakukan katerisasi. Sedangkan system tubuh yang berperan dalam proses eliminasi alvi atau buang air besar adalah system gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar. Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi alvi terjadi proses defekasi. Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi antara lain: usia, diet, asupan cairan, aktifitas, gaya hidup dan penyakit. Gangguan eliminasi alvi adalah konstipasi, diare, kembung dan hemorrhoid. Tindakan untuk mengatasinya adalah menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan, membantu pasien buang air besar dengan pispot dan memberikan gliserin.

3.2 Saran
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat atau pembaca, agar dapat menjaga kesehatan organ eliminasi sehingga proses eliminasi di dalam tubuh manusia dapat berjalan dengan baik dan seimbang.









.                     
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar